Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis
sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara
yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan
ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Anti Monopoli .
Selain
itu, Undang-Undang Anti monopoli juga memberikan arti kepada
“persaingan usaha tidak sehat” sebagai suatu persaingan antar pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau
jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Dengan
demikian Undang-undang Anti Monopoli No 5 tahun 1999 dalam memberikan
arti kepada posisi dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya
mencakup baik kompetisi yang interbrand, maupun kompetisi yang intraband, ada juga yang mengartikan kepada tindakan monopoli sebagai suatu
keistimewaan atau keuntungan khusus yang diberikan kepada seseorang atau
beberapa orang atau perusahaan, yang merupakan hak atau kekuasaan yang
eksklusif untuk menjalankan bisnis atau mengontrol penjualan terhadap
seluruh suplai barang tertentu .
Dalam Undang-undang Fair Trading
di Inggris tahun 1973, istilah Monopoli diartikan sebagai keadaan di
mana sebuah perusahaan atau sekelompok perusahaan menguasai sekurang-
kurangnya 25 % penjualan atau pembelian dari produk-produk yang
ditentukan . Sementara dalam Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia ,
suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika terdapatnya penguasaan pangsa
pasar lebih dari 50 % (lima puluh persen ) (pasal 17 ayat (2) juncto
pasal 18 ayat (2) ) Undang-undang no 5 Tahun 1999
Dalam pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku
usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat”, sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa “pelaku
usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama;atau
c. Satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 %
(lima puluh persen ) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Sementara itu, pengertian posisi dominan dipasar digambarkan dalam sidang-sidang Masyarakat Eropa sebagai :
a) Kemampuan untuk bertindak secara merdeka dan bebas dari pengendalian harga, dan
b) Kebergunaan
pelanggan, pemasok atau perusahaan lain dalam pasar, yang bagi mereka
perusahaan yang dominant tersebut merupakan rekan bisnis yang harus ada
c) Dalam
ilmu hukum monopoli beberapa sikap monopolistik yang mesti sangat
dicermati dalam rangka memutuskan apakah suatu tindakan dapat dianggap
sebagai tindakan monopoli. Sikap monopolistik tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Mempersulit masuknya para pesaing ke dalam bisnis yang bersangkutan
2. Melakukan pemasungan sumber suplai yang penting atau suatu outlet distribusi yang penting.
3. Mendapatkan hak paten yang dapat mengakibatkan pihak pesaingnya sulit untuk menandingi produk atau jasa tersebut.
4. Integrasi
ke atas atau ke bawah yang dapat menaikkan persediaan modal bagi
pesaingnya atau membatasi akses pesaingnya kepada konsumen atau
supplier.
5. Mempromosikan produk secara besar-besaran
6. Menyewa tenaga-tenaga ahli yang berlebihan.
7. Perbedaan harga yang dapat mengakibatkan sulitnya bersaing dari pelaku pasar yang lain
8. Kepada pihak pesaing disembunyikan informasi tentang pengembangan produk , tentang waktu atau skala produksi.
9. Memotong harga secara drastis.
10. Membeli atau mengakuisisi pesaing- pesaing yang tergolong kuat atau tergolong prospektif.
11. Menggugat
pesaing-pesasingnya atas tuduhan pemalsuan hak paten, pelanggaran hukum
anti monopoli dan tuduhan-tuduhan lainnya. ( Andersen, William R,
1985:214 dalam Munir Fuady, 2003: 8).
Jika
kita telusuri ketentuan dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun
1999, maka tindakan–tindakan yang berhubungan dengan pasar yang perlu
diatur oleh hukum anti monopoli yang sekaligus merupakan ruang lingkup
dari hukum anti monopoli tersebut adalah sebagai berikut:
a) Perjanjian yang dilarang;
b) Kegiatan yang dilarang;
c) Penyalahgunaan posisi dominan;
d) Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
e) Tata cara penanganan perkara;
f) Sanksi-sanksi;
g) Perkecualian-perkecualian.
Sedangkan Perjanjian yang dilarang oleh BAB III Undang-undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian –perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar yang terdiri dari :
a) Oligopoli;
b) Penetapan harga;
c) Pembagian Wilayah;
d) Pemboikotan;
e) Kartel;
f) Trust;
g) Integrasi vertical;
h) Perjanjian tertutup;
i) Perjanjian dengan pihak luar negeri.
2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan- kegiatan sebagai berikut:
a) Monopoli;
b) Monopsoni;
c) Penguasaan pasar;
d) Persekongkolan;
3. Posisi dominan di pasar yang meliputi:
a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing;
b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi;
c) Menghambat pesaing untuk masuk pasar;
d) Jabatan rangkap;
e) Pemilikan saham;
f) Merger, akuisisi,dan konsolidasi;
Pada
sistematika menurut Undang-undang Anti Monopoli no 5 tahun 1999 seperti
tersebut diatas, maka kita dapat juga mendeskripsikan ruang lingkup
dari hukum anti monopoli menjadi sebagai berikut.
1. Tentang Pembatasan Persaingan yang Horisontal.
2. Tentang pembatasan Persaingan yang Vertikal.
3. Tentang Penguasaan Pangsa Pasar yang Besar.
4. Tentang Penyalahgunaan posisi Dominan.
5. Tentang Diskripsi Harga.
6. Tentang Merger dan Akuisisi.
7. Tentang Badan Penegakan Hukum.
8. Tentang Sanksi-sanksi.
9. Tentang Prosedur Penegakan Hukum.
10.Tentang perkecualian-perkecualian.
Penyelenggaraan
jaringan tetap dan penyelenggaraan jasa teleponi dasar dikategorikan
sebagai penyelenggara posisi dominan sebagaimana dimaksud dengan pasal 3
Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 33 Tahun 2004 tentang Pengawasan
Kompetisi yang sehat dalam penyelenggraan jaringan tetap dan
penylenggaraan jasa teleponi dasar, dilarang untuk:
a. Menyalahgunakan (abuse) posisi dominannya untuk melakukan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat;
b. Melakukan dumping atau menjual atau menyelenggarakan usahanya dengan tarif yang lebih rendah dari biaya (cost)
dan atau menyelenggarakan atau menjual jasanya dengan harga diatas
tarif yang telah ditetapkan melalui formula tarif sesuai ketentuan yang
berlaku;
c. Menggunakan
pendapatannya untuk melakukan subdisi biaya terhadap penyelenggaraan
jaringan tetap dan penyelenggaraan jasa teleponi dasar lain yang lebih
kompetitif dan tidak memiliki posisi dominan yang juga
diselenggarakannya;
d. Mensyaratkan
atau memaksa secara langsung atau tidak langsung pengguna atau
pelanggannya untuk hanya menggunakan jaringan dan jasa teleponi dasar (
SLJJ dan SLI) yang diselenggaraknnya;
e. Tidak
memberikan layanan interkoneksi atau melakukan tindakan diskriminatif
kepada penyelenggara jaringan tetap dan penyelenggara jasa teleponi
dasar lain yang mengajukan permintaan interkoneksi.
Dalam
teori ilmu hukum, larangan terhadap tindakan monopoli atau persaingan
curang garis besarnya dilakukan dengan memakai salah satu dari dua teori
sebagai berikut :
1) Teori Per Se, dan
2) Teori Rule of Reason
Dengan teori Per Se
dimaksudkan bahwa pelaksanaan setiap tindakan yang dilarang akan
bertentangan dengan hukum yang berlaku, sementara dengan teori Rule Of Reason,
jika dilakukan tindakan tersebut, masih dilihat seberapa jauh hal
tersebut akan merupakan monopoli atau akan berakibat pada pengekangan
persaingan pasar. Jadi tidak seperti pada teori Per Se, dengan memakai teori Rule of Reason
tindakan tersebut tidak otomatis dilarang, sungguhpun perbuatan yang
dituduhkan tersebut dalam kenyataannya terbukti telah dilakukan.(A.M Tri
Anggraini, 2005 dalam Jurnal Hukum Bisnis Volume 24 halaman 5)
Sejarah Hukum Anti Monopoli di Indonesia
Tidak
banyak yang dicatat dalam sejarah Indonesia di seputar kelahiran dan
perkembangan hukum anti monopoli ini. Yang banyak dicatat adalah sejarah
justru tindakan-tindakan atau perjanjian dalam bisnis yang sebenarnya
harus dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli.
Dimasa orde baru Soeharto misalnya, di masa itu sangat banyak terjadi monopoli, oligopoly dan
perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya
monopoli tepung terigu, cengkeh, jeruk, pengedaran film dan masih banyak
lagi. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan beberapa konglomerat
besar di Indonesia juga bermula dari tindakan monopoli dan persaingan
curang lainnya, yang dibiarkan saja bahkan didorong oleh pemerintah kala
itu.
Karena
itu tidak mengherankan jika cukup banyak para praktisi maupun teoritisi
hukum dan ekonomi kala itu yang menyerukan agar segera dibuat sebuah
Undang-undang Anti Monopoli. Namun sampai dengan lengsernya Mantan
Presiden Soeharto, dimana baru dimasa reformasi tersebut diundangkan
sebuah undang-undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999. Memang sebelum
lahirnya Undang-undang anti monopoli secara sangat minim dalam beberapa
undang-undang telah diatur tentang monopoli atau persaingan curang ini
sangat tidak memadai, ternyata tidak popular dimasyarakat dan tidak
pernah diterapkan dalam kenyataannya. Ketentuan tentang anti monopoli
atau persaingan curang sebelum diatur dalam Undang-undang anti monopoli
tersebut, diatur dalam ketentuan –ketentuan sebagai berikut:
a) Undang- undang no 5 Tahun 1984 tentang perindustrian.
Diatur dalam Pasal 7 ayat (2) dan (3), pasal 9 ayat (2)
b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Terdapat satu pasal yaitu pasal 382 bis.
c) Undang-undang Perseroan Terbatas No 1 Tahun 1995
Ketentuan monopoli diatur dalam pasal 104 ayat (1)
Sumber :
http://click-gtg.blogspot.com/2008/08/anti-monopoli-dan-persaingan usaha.html
http
Tidak ada komentar:
Posting Komentar